Kemendikbudristek Ajak Ekosistem Pendidikan Mendidik Semua Anak dengan Sepenuh Hati
JAKARTA -- Sebagai bagian dari Peringatan Hari Disabilitas Internasional 2023, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyelenggarakan gelar wicara mengenai praktik baik para penyelenggara pendidikan dalam mewujudkan pendidikan inklusif bagi para penyandang disabilitas, di Jakarta, Senin (11/12). Narasumber yang hadir pada gelar wicara terdiri atas para guru dari sekolah inklusif dan sekolah luar biasa, serta perwakilan dari Kemendikbudristek.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dirjen PDM), Kemendikbudristek, Iwan Syahril, dalam sambutan Peringatan Hari Disabilitas Internasional 2023 menyampaikan bahwa dalam upaya memberikan pemahaman terkait pendidikan inklusif, Kemendikbudristek berkomitmen terus menguatkan pelatihan bagi guru-guru, dalam menyusun dan mengimplementasikan rencana pembelajaran, yang dapat diimplementasikan untuk seluruh peserta didik apapun latar belakangnya. “Tahun depan kita akan meluncurkan pelatihan berjenjang untuk pendidikan inklusi yang dapat diikuti oleh semua guru di Indonesia,” terang Iwan di Jakarta, Senin (11/12).
Senada dengan itu, Pelaksana tugas Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus (Plt. Direktur PMPK), Aswin Wihdiyanto, menyampaikan bahwa berbagai kebijakan Merdeka Belajar saling berkaitan dalam upaya penyelenggaraan ekosistem pendidikan yang inklusif bagi semua dengan keberagaman baik di sekolah reguler, sekolah luar biasa, termasuk di satuan pendidikan masyarakat. “Jadi, pemerintah membuka akses seluas-luasnya untuk pendidikan bagi teman-teman penyandang disabilitas, sekaligus bentuk keberpihakan dan penghormatan pemerintah terhadap penyandang disabilitas,” jelas Aswin.
Dalam sesi gelar wicara, para guru berbagi kisah tentang motivasi dan upaya menumbuhkan kemauan untuk terus belajar dalam proses pembelajaran kepada peserta didik penyandang disabilitas. Kepala Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), House of Knowledge, Fransisda Tiodora, mengatakan alasan utama yang memotivasi dirinya untuk mengembangkan pendidikan inklusif adalah keyakinan bahwa semua anak terlahir unik dan mempunyai keistimewaan. “Meskipun mereka berbeda, hal ini menjadi motivasi bagi para guru untuk terus membantu anak-anak ini agar mereka bisa menghadapi dunia luar atau dunia nyata,” ujar Fransisda.
Sedangkan Lucky Palupi dari Sekolah Kembang mengatakan hal yang memotivasi untuk menjadi guru anak berkebutuhan khusus didasari kesukaannya untuk mendidik anak menjadi mandiri dan bergembira di sekolah. “Saya sangat happy ketika seseorang melakukan keberhasilan pencapaian tertentu dari hal-hal yang kecil dalam hidupnya, ujar Lucky.
Lucky mengakui bahwa terkadang timbul rasa iba ketika melihat perilaku anak-anak berkebutuhan khusus. “Kasihan dia nggak bisa ini, dia nggak bisa itu. Padahal bagi seorang guru, baiknya bagaimana caranya mendorong agar mereka jadi berdaya dengan melihat potensi yang ada,” tegasnya.
Dalam melakukan berbagai upaya untuk menyelenggarakan proses pembelajaran yang inklusif bagi para peserta didik penyandang disabilitas, Emilia Rosa dari Head Dept. Special Education Madania School menyampaikan bahwa perlu adanya perubahan pola pikir dalam memperlakukan anak berkebutuhan khusus. “Mengubah pola pikir atau mindset di tengah masyarakat, bahwa anak berkebutuhan khusus juga bisa berdaya dan memiliki kemampuan,” ujarnya.
Selanjutnya, Emilia menyampaikan bahwa perlu energi positif yang berlimpah dan kesabaran yang tinggi. “Nah, mungkin perlu energi dan waktu. Kita harus rajin mengulik ilmu serta pengetahuan baru dalam mendidik anak berkebutuhan khusus,” jelas Emilia.
Senada dengan Emilia, Lucky Palupi berpendapat bahwa untuk mengatasi tantangan juga dapat dilakukan dengan peningkatan kapasitas guru. “Jadi, memang para guru harus rajin-rajin mengembangkan diri. Cari buku baru terkait perkembangan terkini pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Dengan mengetahui teknologi dan pengetahuan baru, bisa ditetapkan strategi mengajar yang diperlukan,” ujarnya.
Berbagai upaya dilakukan oleh para guru sebagai upaya dalam memberikan pelayanan pendidikan yang inklusif, aman dan nyaman bagi para penyandang disabilitas dan anak berkebutuhan khusus. Bagi Dede Kurniasih, Kepala SLBN 1 Jakarta, tantangan paling besar selama dirinya berkecimpung di dunia Pendidikan Luar Biasa (PLB) yaitu beragam jenis karakteristik peserta didik di satuan pendidikan SLB. Mulai dari anak tuna grahita, tuna rungu, tuna netra, tuna daksa dan autis.
“Dengan keberagaman ini, fokus kami adalah bagaimana memberikan fasilitas atau memberikan pelayanan yang maksimal. Tentunya kami ingin memberikan apa yang menjadi hak anak-anak ini. Selain itu, guru perlu mengetahui potensi yang dapat dikembangkan dari peserta didik berkebutuhan khusus. Kami perlu memfasilitasi dengan cermat agar anak-anak kami bisa terus berkembang, bisa bersaing dengan peserta didik yang pada umumnya normal,” ujar Dedeh.
Direktur Aswin menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak dalam meningkatkan perluasan akses dan peningkatan mutu pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas. Kemendikbudristek terus mendorong pelibatan orang tua dan masyarakat, agar dapat turut serta dalam penguatan pembelajaran bagi peserta didik penyandang disabilitas. “Ini menjadi salah satu fokus utama Kemendikbudristek dalam memajukan dan meningkatkan mutu dan layanan pendidikan termasuk pendidikan inklusi,” ujar Aswin yang diamini seluruh narasumber guna bersinergi untuk meningkatkan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia.
Source: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2023/12/kemendikbudristek-ajak-ekosistem-pendidikan-mendidik-semua-anak-dengan-sepenuh-hati